Saksi Ahli Rocky Marbun Berpendapat Kasus Yang Berawal Dari Perjanjian Merupakan Sengketa Perdata


Saksi Ahli Rocky Marbun Berpendapat Kasus Yang Berawal Dari Perjanjian Merupakan Sengketa Perdata

Jakarta - Persidangan ke-7 kasus dugaan penggelapan dengan tersingkirnya Lim Jong Chong di Pengadilan Negeri Jakarta Barat memunculkan fakta mengejutkan. 

Kali ini pihak pencuri Lim Jong Chong alias Joni menghadirkan saksi ahli yang mencerahkan. Saksi ahli tersebut yakni Dr. Rocky Marbun, SH, MH yang merupakan ahli hukum pidana dari Universitas Pancasila.

Selaku Hakim Ketua Tornado Edmawan, SH memberikan kesempatan pada pengacara pengacara memberikan pertanyaan kepada ahli. Akan tetapi, demi memperjelas pertanyaan terhadap ahli hakim ketua mengambil alih pertanyaan dari penasihat hukum dalam memberikan pertanyaan kepada ahli.

"Kalau ada perjanjian tertulis tiba-tiba ada salah satu pihak yang tidak melaksanakan perjanjian tersebut, itu bisa dipecah wanprestasi, bisa tidak dalam kasus ini yang ada perjanjiannya itu dipidana begitu penggelapan atau penipuan, saya minta pendapat dari ahli," tanya hakim ketua Tornado.

Seluruh penyelesaian yang berawal dari perjanjian berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian maka penyelesaian tersebut merupakan perdamaian perdata, kecuali ada itikad buruk yang mendasari perjanjian itu muncul. Itikad buruknya ada di depan, bukan di tengah juga bukan ada di belakang, tapi ada di depan sehingga itikad buruk itulah yang memunculkan perjanjian. Kalau itikad buruk itu ada maka dia masuk ke pidana," jawab Rocky Marbun.

Menurut Rocky, secara spesifik disebut wanprestasi oleh kaidah hukum tersebut. Yang itikad buruknya nanti bergantung pada pasal mana yang akan didakwakan, apakah penipuan atau penggelapan.

Pembuktian suatu kejadian, muncul dari bagaimana satu deskripsi yang dibuat dalam kronologis dakwaan dan dapat diklarifikasi dari sisi pembuktiannya. 

Intinya perdata, pidana hal-hal khusus yang disebut itikad buruk tadi, lanjutnya.

Sebagai ahli hukum pidana Rocky Marbun menjelaskan persamaan antara pasal 378 dan pasal 372 terkait perkara penggelapan. Dimana kesamaan yang dimaksud adalah adanya pelanggaran sebagai kepercayaan, ada unsur barang di dalam dua pasal tersebut, sedangkan barang itu merupakan objek perdata.  

Kata memiliki dan kata master pada pasal 372 itu artinya barang tersebut memang dikuasi secara utuh , bagaimana cara menguasainya dimaksud tersebut ini tidak pernah ada dalam konsep pidana tetapi adanya dikonsep perdata yang dikenal leverage. 

“Leveringnya muncul dari penguasaan bukan karena kejahatan itu sah,” terang Rocky.

Diketahui, perkara penggelapan dengan penipuan Lim Jong Chong ini terjadi setelah adanya perjanjian bersama antara, Lim Jong Chong selaku pihak pertama, Lim Sioe Lin pihak kedua dan Lim Siu Mei pihak ketiga berdasarkan akta notaris Ninik Sukadarwati, SH, dengan regestrasi Nomor 101/Leg/ Rangkap Tiga/Xi/2018 pada 18 November 2018.

Dimana pada perjanjian tersebut pada pasal 3 tertuang pembagian hasil dari usaha bersama perolehan keuntungan pihak pertama sebesar 40 persen dan upah selaku pengelola usaha sebesar Rp 20 juta setiap bulannya, pihak kedua 30 persen dan pihak ketiga 30 persen. Kemudian keuntungan ini menjadi perkara penting yang dilaporkan, sehingga menyeret kakak kandungnya dari pelapor ke dalam jeruji besi.

Lebih baru Lebih lama